JAWABAN AHLUSSUNNAH TERHADAP BEBERAPA SYUBHAT KAUM
WAHABI ANTI MAULID
JAWABAN AHLUSSUNNAH TERHADAP BEBERAPA SYUBHAT KAUM WAHABI ANTI
MAULID
Wahabi: “Anda hanya menganalogikan perayaan Maulid dengan puasa
Asyura’, yang terdapat dalam hadits. Mengapa Anda tidak menganalogikan
Maulid dengan dalil dalam al-Qur’an?”
Sunni: “Di dalam al-Qur’an juga terdapat ayat yang dapat dijadikan dasar
Maulid Nabi SAW. Allah SWT berfirman:
ﻗَﺎﻝَ ﻋِﻴﺴَﻰ ﺍﺑْﻦُ ﻣَﺮْﻳَﻢَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺃَﻧْﺰِﻝْ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﻣَﺎﺋِﺪَﺓً ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﺗَﻜُﻮﻥُ ﻟَﻨَﺎ ﻋِﻴﺪًﺍ ﻟِﺄَﻭَّﻟِﻨَﺎ ﻭَﺁﺧِﺮِﻧَﺎ ﻭَﺁﻳَﺔً ﻣِﻨْﻚَ ﻭَﺍﺭْﺯُﻗْﻨَﺎ ﻭَﺃَﻧْﺖَ
ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟﺮَّﺍﺯِﻗِﻴﻦَ
“ Isa putera Maryam berdoa: “Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada
kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari
raya bagi kami Yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang
sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezkilah
Kami, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama”. (QS. al-Maidah :
114).
Dalam ayat di atas, Nabi Isa AS berdoa kepada Allah agar dikaruniakan
hidangan dari langit yang akan menjadi hari raya bagi umatnya. Yang
jelas, lahirnya Nabi Muhammad SAW lebih utama dari pada turunnya
hidangan dari langit kepada Nabi Isa AS. Apabila turunnya hidangan dari
langit layak dijadikan sebagai hari raya, sudah barang tentu lahirnya
Rasulullah SAW lebih layak dijadikan hari raya karena memang jauh lebih
mulia dan lebih utama.
Wahabi: “Anda harus tahu bahwa yang pertama kali merayakan Maulid Nabi
SAW itu orang-orang Syiah Isma’iliyah di Mesir, yang termasuk aliran sesat
menurut Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Mengapa Anda mengikuti jejak orang-
orang Syiah?”
Sunni: “Memang kaum yang anti Maulid seperti Wahabi menjelaskan bahwa
yang pertama kali menggelar Maulid itu orang-orang Syiah Isma’iliyah di
Mesir. Sementara para ulama yang pro Maulid menjelaskan bahwa yang
pertama kali menggelar Maulid itu seorang Raja yang adil, penganut
Ahlussunnah Wal-Jama’ah, yaitu Sultan Muzhaffaruddin Kawkabri bin
Zainuddin Ali Buktikin. Beliau mengikuti jejak seorang ulama shaleh yang
populer, yaitu al-Imam Umar bin Muhammad al-Mulla. Versi kedua ini
sepertinya lebih dipercaya, karena disebutkan oleh al-Hafizh al-Suyuthi,
dan sebelumnya disebutkan oleh al-Imam al-Hafizh Abu Syamah al-
Dimasyqi dalam kitabnya al-Ba’its ‘ala Inkar al-Bida’ wa al-Hawadits, hal.
95-96. Kitab ini sangat dikagumi oleh kaum Wahabi, dan di-tahqiq oleh
Masyhur Hasan Salman, penulis Wahabi yang sangat produktif, karena
banyak mengupas persoalan bid’ah yang diperangi oleh kaum Wahabi.
Meskipun demikian, Abu Syamah masih menganggap perayaan Maulid
termasuk bid’ah paling hasanah.
Dan seandainya, versi kaum anti Maulid tersebut benar, bahwa yang
pertama kali menggelar Maulid itu orang-orang Syiah Isma’iliyah yang
sesat, maka hal ini tidak berpengaruh terhadap hukum Maulid, karena dalil
yang diajukan oleh para ulama sangat kuat, sebagaimana kami tegaskan
sebelumnya. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya:
ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬَﺎ ﺃَﻥَّ ﻗُﺮَﻳْﺸًﺎ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﺗَﺼُﻮﻡُ ﻳَﻮْﻡَ ﻋَﺎﺷُﻮﺭَﺍﺀَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ ﺛُﻢَّ ﺃَﻣَﺮَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺑِﺼِﻴَﺎﻣِﻪِ ﺣَﺘَّﻰ ﻓُﺮِﺽَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﺷَﺎﺀَ ﻓَﻠْﻴَﺼُﻤْﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﺷَﺎﺀَ ﺃَﻓْﻄَﺮَ
“Dari Aisyah RA, bahwa kaum Quraisy telah berpuasa Asyura pada masa-
masa Jahiliyah, kemudian Rasulullah SAW , memerintahkan umatnya
berpuasa sampai akhirnya diwajibkan puasa Ramadhan dan Rasulullah SAW
bersabda: “Barangsiapa yang mau berpuasa Asyura berpuasalah, dan barang
siapa yang mau tidak berpuasa, maka tidak berpuasa.”
Dalam hadits di atas, dijelaskan bahwa puasa Asyura itu tradisi kaum
Quraisy pada masa-masa Jahiliyah. Akan tetapi karena puasa tersebut
benar, maka Rasulullah SAW memerintahkan umatnya berpuasa, tidak peduli
walaupun puasa tersebut dari Jahiliyah.
Wahabi: “Itu yang menetapkan puasa Asyura kan Rasulullah SAW. Kalau
Maulid siapa?”
Sunni; “Kalau Maulid yang menetapkan jelas para ulama besar seperti al-
Imam Abu Syamah, Ibnu Taimiyah, al-Hafizh Ibnu Hajar, al-Suyuthi dan
lain-lain, dengan dalil Qiyas, yaitu dianalogikan terhadap hadits
Rasulullah SAW dan al-Qur’an yang turun kepada Rasulullah SAW. Nah, kan
persoalannya selesai. Mau apalagi? Dalam agama kan seperti itu?”
Wahabi: “Hari kelahiran Rasulullah SAW diperselisihkan oleh para sejarawan.
Mengapa Anda menetapkan Maulid Nabi SAW pada bulan Maulid?”
Sunni: “Perlu Anda ketahui, bahwa para ulama menggelar Maulid, dasarnya
bukan karena hari kelahiran Nabi SAW disepakati pada hari tertentu secara
pasti. Coba Anda lihat dalil-dalil para ulama yang kami kutip. Tidak ada
yang berdalil, karena hari kelahiran Nabi SAW tanggal sekian secara
definitif. Dan para ulama yang menganjurkan Maulid seperti Abu Syamah,
Ibnu Taimiah, Ibnu Hajar dan al-Suyuthi, semuanya ahli hadits dan
sejarah. Tidak perlu belajar kepada kita soal sejarah kelahiran Nabi SAW.
Hanya saja yang perlu Anda ketahui, hari kelahiran Nabi SAW yang paling
dikuatkan oleh para ulama adalah Senin tanggal 12 Rabiul Awal. Ini saja
sudah cukup dalam menjadi ketetapan hari perayaan Maulid. Karena
masalah Maulid ini bukan persoalan akidah, yang harus menggunakan dalil
shahih dan qath’iy.”
Wahabi: “Kelompok Anda dalam mengamalkan suatu amalan, tidak mencari
dalil dulu. Tapi mengamalkan dulu, baru mencari dalilnya. Bukan mencari
dalilnya dulu, baru mengamalkan.”
Sunni: “Maaf, itu kan menurut Anda. Anda sepertinya tidak tahu sejarah
Islam. Anda perlu belajar agama lebih dalam lagi. Apakah Anda kira bahwa
yang mengawali tradisi Maulid itu orang awam yang tidak mengerti ilmu
agama? Tradisi Maulid itu awalnya dari ulama. Hanya karena sekarang ini,
amaliyah umat Islam banyak mendapat serangan dari kelompok Anda,
maka para ulama mencarikan dalilnya. Dan itu sudah ada sejak dulu.
Sedangkan statemen Anda, bahwa kami mencari pembenaran dari dalil, itu
karena Anda, hanya menggunakan dalil kullu bid’atin dholalah. Setiap ada
persoalan, anda dalili dengan hadits kullu bid’atin dholalah, dengan
pemahaman yang tidak sesuai dengan pemahaman ahli hadits. Maaf, kami
agak keras, karena mengimbangi bahasa Anda.”
Mudah-mudahan catatan ini bermanfaat.
Wednesday, January 15, 2014
Home »
» BERBAHASAN MAULID AHLI SUNNAH DGN WAHABI