Sesungguhnya mati jasad kerana roh, mati roh kerana tiada ilmu. Mati ilmu kerana tiada amal, mati amal kerana tiada istiqomah. Menuntut ilmu adalah taqwa... menyampaikan ilmu adalah ibadah... mengulang ilmu adalah zikir... mencari ilmu adalah jihad... ........ ~al-qhazali~

Monday, February 15, 2016

Perang Akhir Zaman di Syam, Tertulis Dalam Al-Quran

GaulPeduliSyam – Syam memang mempunyai sejarah, bukan hanya bagi umat Islam, tetapi juga Kristen (Eropa) dan Yahudi (Israel). Bagi umat Islam, Syam adalah bumi penuh berkah. Di sana tempat para Nabi dan Rasul diutus oleh Allah.
Di sana, Nabi Muhammad saw diperjalankan, dan dimikrajkan ke Sidratil Muntaha. Bagi umat Kristiani, wilayah Syam, dahulu adalah bagian dari imperium Romawi Timur, Bizantium. Sementara bagi umat Yahudi, Syam juga diklaim menjadi tempat suci mereka, dimana Haikal Sulaiman berada di sana.
Bisyârah jatuhnya Syam ke tangan kaum Muslim ditunjukkan oleh Allah sejak Nabi Muhammad saw dilahirkan. Saat Nabi lahir, cahaya terpancar mengiringi kelahirannya. Cahaya itu menerangi istana-istana Syam.
Peristiwa Isra’ dan Mikraj Nabi saw dari Masjidil Haram, di Makkah, ke Masjid al-Aqsa, di Palestina, serta ditunjuknya Nabi saw untuk menjadi imam para Nabi dan Rasul sebelumnya di Masjid al-Aqsa juga menguatkan Bisyârah itu. Setelah itu, Nabi pun berulangkali menegaskan, “Uqru dar al-Islam bi as-Syam (Pusat negara Islam itu ada di Syam).”
Perang Salib Modern
Padahal saat itu, wilayah Syam merupakan pusat kekuasaan Romawi Timur, Bizantium. Syam pun belum ditaklukkan oleh kaum Muslim semasa hidup Nabi saw. Setelah Nabi mengirim surat kepada Heraklius pada tahun 6 H, maka upaya pertama kali yang dilakukan oleh Nabi saw untuk menaklukkan wilayah itu dimulai pada tahun 10 H, saat Perang Mu’tah.
Dalam peperangan ini, Khalid bin Walid muncul sebagai pahlawan, sekaligus membuktikan kebenaran sabda Nabi saw. Setelah itu, sejarah kepahlawan Khalid pun ditorehkan dalam sejarah penaklukan Syam, saat Perang Yarmuk, penaklukan Damaskus, hingga Baitul Maqdis.
Jatuhnya Baitul Maqdis menandai berakhirnya kekuasaan imperium Romawi Timur, Bizantium. Inilah yang menorehkan dendam kepada umat Kristiani. Ketika mereka menyaksikan Negara Khilafah di bawah Bani ‘Abbasiyyah lemah, mereka pun melancarkan Perang Salib yang berlangsung selama 2 abad. Saat itu, umat Islam di Syam dan Mesir bertempur menghadapi mereka bukan sebagai umat.
Meski begitu, mereka pun berhasil memenangkan perang itu. Setelah itu, wilayah ini pun disatukan kembali, ketika Shalahuddin al-Ayyubi memberikan bai’atnya kepada Khilafah ‘Abbasiyah.
Setelah orang-orang Kristen Eropa itu dikalahkan tentara kaum Muslim dalam Perang Salib, mereka pun harus menelan pil pahit, saat Konstantinopel jatuh ke tangan Muhammad al-Fatih tepat tanggal 20 Jumadil Ula 857 H/29 Mei 1453 H.
Masalah ini menjadi mimpi buruk bagi mereka, sehingga menjadi momok yang sangat mengerikan. Mereka menyebutnya dengan Mas’alah Syarqiyyah (masalah ketimuran). Sejak saat itu, mereka bekerja keras mencari kelemahan umat Islam, dan menunggu kesempatan untuk menghancurkan musuh mereka ini.
Kesempatan itu pun tiba, saat Khilafah ‘Utsmaniyyah lemah. Mereka mulai menyusun strategi. Dimulai dengan menyebarkan virus nasionalisme di dalam tubuh umat Islam, dan merekrut orang-orang fasik dengan iming-iming kekuasaan.
Pecahlah Revolusi Arab, yang berhasil memisahkan wilayah Arab dari Khilafah. Setelah itu, Perancis dan Inggeris pun melakukan invasi ke wilayah Arab. Wilayah ini, termasuk Syam, kemudian dijadikan sebagai Mandat Inggris dan Prancis. Mereka pun membagi wilayah ini di antara sesama mereka, dengan Perjanjian Sykes-Pycot.
Bukan hanya Syam yang dipecahbelah, tetapi seluruh wilayah Arab juga mereka bagi-bagi sesuai dengan kepentingan mereka.
Ketika Lord Allenby, komandan pasukan Inggeris, berhasil menduduki Palestina, tahun 1917 M, dengan tegas dia menyatakan, “Baru sekaranglah Perang Salib telah berakhir.”
Memang benar, tujuan Perang Salib adalah mengalahkan umat Islam, dan menghancurkan kekuatan mereka. Kekuatan umat ini, seperti kata Lord Curzon, Menlu Inggris saat itu, terletak pada Islam dan Khilafah. Maka, mega proyek mereka adalah menghancurkan Khilafah, dan menjauhkan Islam dari kehidupan umatnya.
Karena itu, ketika Islam telah kembali ke dalam pelukan umatnya, dan mereka membangun kembali mega proyek Khilafah, George Walker Bush, mengobarkan Perang Salib kembali. Dengan kedok Perang Melawan Terorisme, AS, Inggeris, Perancis, Rusia dan sekutunya mengobarkan Perang Salib melawan umat Islam.
Mereka pun berhasil mendapat dukungan dari para pengkhianat umat Islam. Namun, perang melawan terorisme ini pun menguras energi mereka. Perang dengan target untuk menundukkan umat Islam agar menjauhi agama mereka, dan meninggalkan mega proyek Khilafah ini ternyata gagal total.
Alih-alih ditinggalkan, justru tuntutan umat Islam untuk kembali kepada agama mereka semakin menguat. Demikian juga dengan mega proyek Khilafah. Jika awalnya hanya Hizbut Tahrir yang menyuarakan, kini mega proyek ini telah menjadi mega proyek umat Islam di seluruh dunia.
Karena itu, ketika Barat tengah bergelut dengan krisis ekonomi, Timur Tengah pun bangkit dengan Arab Spring yang telah berhasil menumbangkan boneka-boneka mereka, mereka pun sangat takut kembalinya Islam dan Khilafah di wilayah-wilayah ini.
Di Tunisia, Aljazair, Libya, Yaman, Mesir dan Bahrain berhasil mereka rem, dengan boneka-boneka yang dibenci rakyatnya, dengan boneka-boneka mereka yang lain, yang bisa diterima oleh rakyatnya. Api Arab Spring itu pun berhasil mereka padamkan.
Namun, di Suriah, kobaran api itu hingga kini tidak berhasil mereka padamkan. Maka, kini kobaran api Revolusi Islam di Suriah ini pun mereka hadapi bersama. Mereka pun tahu, jika Islam dan Khilafah kembali di Suriah, ini benar-benar akan mengakhiri kekuasaan mereka.
Mereka mendapat dukungan penuh dari antek-antek mereka. Turki, Iran, Libanon, Yordania, Irak, Mesir, Qatar, Saudi dan Israel, termasuk Hizbullah semuanya bahu-membahu, bekerja sama dengan Amerika, Inggris, Prancis, Rusia, Cina dan sekutu mereka untuk memadamkan api Revolusi ini. Berapapun harga yang harus mereka bayar.
Karena kembalinya Islam dan tegaknya Khilafah di Suriah benar-benar menjadi akhir dari sejarah mereka. Umat Islam di seluruh dunia pun menyambut bisyârah Nabi itu dengan gegap gempita.
Sementara para Mujahidin yang berjuang di Suriah, siang dan malam terus berjuang untuk mewujudkan bisyârah Nabi.
Mereka berdatangan dari berbagai penjuru dunia untuk mewujudkan bisyârah Nabi di tanah penuh berkah, yang dipenuhi oleh hamba-hamba Allah pilihan, Syam. Semua ini menandai “Kembalinya Suriah Bumi Khilafah yang Hilang.”
Perang Syam, Telah Ditakdirkan
Konflik yang terjadi di Mesir telah tertulis dalam Alquran. Ustaz Bachtiar Nasir mengatakan, tafsir ayat Alquran yang memprediksi konflik Mesir terdapat dalam Surat At-Tin ayat 1-3.
“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun. Dan demi bukit Sinai. Dan demi kota (Makkah) ini yang aman,” tutur Bachtiar membacakan terjemahan Surat At-Tin ayat 1-3 beberapa waktu lalu.
Bachtiar berkata, tafsir dari surat tersebut adalah, “Demi bumi tin di Damaskus (Suriah), dan demi bumi zaitun di Palestina, dan demi bukit Thur yg ada di Sinai (Mesir). Dan demi kota Makkah yang aman.”
Jika dilihat dari kacamata sederhana surat At-Tin, lanjutnya, maka konflik yang terjadi di Suriah, Palestina, dan Mesir, adalah perang global yang sudah Allah takdirkan. Perang itu, kata Bachtiar, bahkan melibatkan seluruh dunia.
Bachtiar meyakini, akhir dari konflik Mesir juga sudah termaktub dalam Surat Al-Qashshash ayat 5 yang menceritakan kisah Musa melawan Firaun.
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi),” bunyi terjemahan dari Surat Al-Qashshash ayat 5.
“Pada akhirnya di ayat itu digambarkan orang-orang yang dilemahkan nanti akan dikuatkan dan diwariskan kekuasaan di Mesir,” tutup Bachtiar.
Dikutip Harian The New York Times, Jumat (31/1/2014), Institute for Policy Analysis of Conflict mengungkapkan sebuah laporan bahwa, Perang jihad yang diyakini sebagai perang paling sakral itu akan berlangsung saat konflik di Suriah pada Maret nanti akan memasuki tahun ketiga.
“Berdasarkan perhitungan ilmu akhirat (eschatology) pertempuran terakhir akan berlangsung di Syam. Kawasan Syam dikenal sebagai Suriah Raya yang meliputi Suriah, Yordania, Lebanon, Palestina dan Israel,” tulis laporan lembaga tersebut.
Karenanya, Bachtiar mengatakan, persoalan Suriah, Mesir dan Palestina janganlah dianggap sebagai konflik politik. Sebab, jika melihat persoalan tersebut dari sisi politik saja maka hati akan terasa kosong.
Lebih dari itu, ia melihat Allah telah menyiapkan skenario besar dalam peristiwa ini.
Disadur: Penulis Samir Hijawi, Wartawan Jordania, Assyarq Qatar


Share:

Sunday, February 14, 2016

PENGAJARAN DARI QARUN - MINTA SUPAYA ALLAH REDO, BUKAN MINTA JADI KAYA

Qarun meminta menjadi seorang yang kaya, yang akhirnya telah memusnahkan agamanya. Sepatutnya dia mohon supaya menjadi seseorang yg Allah redoi kerana yg penting ialah bukan miskin atau kaya, tetapi ialah mendapat keredoan Allah kerana itu adalah tiket untuk masuk syurga Allah.
Qarun ialah pengikut nabi Musa tetapi dia akhirnya engkar kerana tamak dengan hartanya. Pada asalnya, Qarun adalah orang yang sangat susah dan seringkali dapur rumahnya tidak berasap. Namun isterinya berkata "tidakkah kamu baik dan menjadi pengikut kepada Nabi Musa, mintalah supaya jadi kaya". Desakan dari isterinya akhirnya dia meminta kepada Nabi Musa agar Allah berikan kepadanya kekayaan yg membolehkannya melaksanakan perintah Allah dengan lebih sempurna.
Nabi Musa mengajarkannya ilmu untuk membuat emas dan menjadi orang yang sangat kaya.
Dia menjadi kufur kepada Allah. Akhirnya, Qarun tenggelam bersama hartanya dalam tasik ini.
Boleh tak mengimpikan kaya, minta dapat datokship, profesorship, jutawanship, ....
Rasulullah ajar dengan sebuah doa
ابن مسعود -رضي الله تعالى عنه- أن النبي -صلى الله عليه وسلم- كان يقول: ((اللهم إني أسألك الهدى والتقى والعفاف والغنى))
Rasulullah minta hidayah, taqwa, afaf dan kaya.
Afaf ialah bersih diri dari mendekati perkara yg tidak perlu, maksiat dan dosa.
Akhir sekali baru minta jadi kaya.
Share:

Saturday, February 13, 2016

KEGAGALAN SISTEM KAPITALIS, KEWANGAN ISLAM DIKAMBING HITAMKAN

Ada golongan membangkitkan masalah kewangan dan perbankan di Malaysia, kemudian terus menuding ke arah kewangan dan perbankan Islam. Lalu mereka menyebut sumber kewangan dan kaedah pinjaman yang dilakukan. Padahal kaedah yang disebutkan bukanlah sistem kewangan Islam tetapi sistem Kewangan kapitalisme yang diwarisi sejak zaman penjajahan lagi.
Sepatutnya, kritikan tersebut ditujukan kepada kelemahan kewangan yang menggunakan sistem kapitalisme dan bukan mengkritik sistem perbankan serta kewangan Islam. Sistem kewangan dan perbankan Islam di Malaysia masih di bawah kerangka sistem kapitalis yang perlu diperbaiki satu persatu.
Itulah masalah mereka yang menuding ekonomi Islam di Malaysia sedangkan sifatnya masih dalam sistem Kapitalis. Kritikan seperti ini pernah dibuat ketika Mohamad Morsi menjadi presiden Mesir, ekonomi Islam dikritik dengan penghujahan sosialis yang sering digunakan. Ekonomi Morsi dituduh menjaga 2% rakyat dan ditemplak kerana gagal dalam pengagihan harta. Padahal, Morsi belum lagi merubah sepenuhnya segala sistem di Mesir dan masih mewarisi sistem-sistem zaman presiden sebelumnya
Begitulah, sikap tidak puas hati terhadap sistem kewangan yang dijadikan amalan tetapi dalam keadaan sedar mereka sedang mengganyang ekonomi Islam dan menuduh Islam adalah seperti kapitalis mencari modal dan melambakkan hutang bank. Padahal, kelemahan sistem di Malaysia bukan kelemahan sistem kewangan Islam tetapi kelemahan sistem kapitalisme.
Dalam bahasa mudah, kewangan dan perbankan Islam di Malaysia adalah sebahagian dari sistem kapitalisme Malaysia. Ia adalah seperti undang-undang Jenayah Islam di Malaysia yang merupakan sebahagian daripada sistem perundangan Malaysia. Ini bermakna, kalau kes buang bayi tidak selesai, janganlah undang-undang Islam dipersalahkan kerana hukuman kesalahan zina di Malaysia hanya memperuntukan denda. Justeru, sememangnya wajar kerajaan Kelantan menuntut pemisahan kuasa yang jelas dalam mahkamah Syariah.
Kesimpulannya, sistem Islam di Malaysia masih di bawah sistem sedia ada, bukan sistem Islam mengatasi sistem selainnya. Oleh demikian, pandangan CEO Bank Muamalat dan seumpamanya utk menembak perbankan Islam merupakan hujah simplistik kerana "you must know that our true face is not 100% Islam".
Janganlah kerana dendam dengan sistem Kapitalis, kita bertukar wajah kepada pentaksub Rusia dan China. Begitu jugalah, janganlah kerana dendam dengan sistem sosialis, kita bertukar menjadi pentaksub Amerika dan Eropah. Tetapkanlah pendirian terhadap sistem Islam sebagai penyelamat dalam melayari hidup di dunia dan akhirat
Dr Muhammad Atiullah bin Othman
Share:

Definition List

get this widget here

Unordered List

Sembang